Wanita menggandengkan nama Suami dibelakang namanya
Anjuran secara syar'i adalah seorang wanita tetaplah dibelakangnya memakai nama ayahnya. Sebagai wujud hubungan nasab dengannya.
Hal ini sebagaimana firmanNya:
ادْعُوهُمْ لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ
“Panggil-lah mereka (anak-anak angkatmu) dengan memakai nama bapak-bapak mereka, hal itu lebih adil di sisi Allah.” (QS. Al Ahzab (3): 5)
Ayat ini berkenan tentang anak angkat, kita wajib memanggil dan menasabkan mereka dengan bapak kandungnya sendiri (bapak biologis). Jika dengan anak angkat mesti tetap menjaga nasab aslinya kepada ayah kandungnya, maka apalagi dengan anak kita sendiri ? Tentu lebih wajib dan pantas menasabkan kepada orang tua sendiri.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallambersabda:
كُفْرٌ بِامْرِئٍ ادِّعَاءُ نَسَبٍ لَا يَعْرِفُهُ أَوْ جَحْدُهُ وَإِنْ دَقَّ
“Kufur hukumnya, orang yang mengklaim nasab yang tidak diketahuinya, atau mengingkari nasab walau masih samar.” (HR. Ibnu MajahNo.2744, Ath Thabarani dalam Al Awsath no. 7919. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam As Silsilah Ash Shahihah No. 3370. Al Bushiri juga mengatakan:isnadnya shahih. Az Zawaid, 3/150 )
Hadits ini tegas dan keras melarang seseorang yang mengklaim sebuah nasab kepada dirinya atau mengingkari nasab aslinya sendiri.
Maka jika seorang wanita –misal bernama Hafshah- suaminya adalah Ahmad, lalu ditulis Nyonya Hafshah Ahmad, yang berarti nasab yaitu Hafshah putrinya Ahmad, maka ini dilarang keras sebab ini merupakan mengklaim nasab yang bukan nasabnya.
Ada pun jika penambahan itu bukan bermaksud nasab, tapi hanya penegasan siapa suaminya, maka ini tidak apa-apa. Maka tambahan tersebut adalah tambahan hubungan perkawinan (idhaafah zaujiyah) bukan hubungan nasab (idhaafah nasabiyah). Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang lainnya:
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ ...
Allah telah memberikan pemisalan untuk orang-orang kafir yaitu istrinya Nuh dan istrinya Luth .. (QS. At Tahrim: 10)
Dalam ayat ini Allah ﷻ menyebut nama istri-istri nabi dengan nama suaminya. Imra’atu Nuuh (istrinya Muuh) dan Imra’atu Luuth (istrinya Luth). Jika seperti ini tidak apa-apa. Seperti sebutan Nyonya Ahmad atau Bu Ahmad, maksudnya adalah istri dari Pak Ahmad.
Tertulis dalam fatwa ulama:
وإذا أضيفت المرأة لزوجها فتضاف إليه إضافة زوجية لا نسبية،
كما في الآية:ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلاً لِلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ [التحريم:10]
فيقال فلانة امرأة فلان أو زوجة فلان، وفي النسب والأوراق الثبوتية لايقال: إلا فلانه بنت فلان.والله أعلم.
المفتـــي: مركز الفتوى
Jika seorang wanita menambahkan dengan nama suaminya maka penambahan itu adalah penambahan ikatan perkawinan bukan ikatan nasab. Sebagaimana ayat:
Allah telah memberikan pemisalan untuk orang-orang kafir yaitu istrinya Nuh dan istrinya Luth .. (QS. At Tahrim: 10)
Maka, dikatakan maksudnya adalah Si Fulanah wanitanya si fulan, atau istri Si Fulan. Sedangkan jika konteks nasab dan dalam lembar dokumen penting tidak boleh disebut kecuali Fulanah binti Fulan. Wallahu A'lam
(Mufti:Markaz Al Fatwa)
Wallahu A’lam
✏ Farid Nu'man Hasan
---- tulisan di atas kiriman seorang rekan, sudah banyak dibahas juga sih.. Tidak apalah saya juga turut membagikan di blog ini :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar